2011/06/30

Mencari Makna Preferensi

Oleh: Sandy Juli Maulana

Dalam teori ekonomi dibahas bahwa secara umum permintaan setidaknya ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu: (1) harga barang tersebut; (2) harga barang lain (baik subtitusi atau komplementer); (3) pendapatan; dan (4) preferensi. Tiga faktor yang disebutkan di awal adalah faktor yang bersifat kuantitatif karena bisa dihitung atau dibandingkan, namun faktor terakhir adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi masing-masing individu yang sangat subyektif. Preferensi juga dipengaruhi oleh banyak sekali hal lain, seperti landasan filosofis, politik, sosial, masyarakat, kultur, karakter, dan banyak hal lainya. Satu hal yang pasti bahwa ini merupakan faktor kunci dari suatu permintaan.

Mengapa preferensi adalah kunci dari permintaan? Bukankah permintaan itu berhubungan antara kuantitas dengan harga? Dimana sintesisnya? Salah satu cara menganalisis preferensi adalah dengan melihat kondisi nyata di sekitar kita. Misalnya ketika seorang direktur bank memiliki gaji sebanyak Rp 30 juta per bulan, apakah bisa dipastikan ia akan membeli sebuah sepeda motor dengan harga Rp 10 juta yang nota –bene dibawah daya belinya? Tanpa melihat preferensi tentu saja kita bisa mengasumsikan bahwa motor tadi merupakan permintaan dari si direktur, tetapi benarkah hanya harga dan pendapatan yang menentukan pilihannya?

Kata kuncinya adalah pilihan. Tentu si direktur akan memilih alat transportasi yang menjadi selera dari dirinya, dan tentu saja sesuai dengan kebutuhannya. Disini akan terjadi titik temu antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan mensyaratkan kita untuk memilih apa saja yang dibutuhkan dan seadanya sehingga terpenuhilah apa yang kita butuhkan. Sedangkan keinginan berkaitan dengan kepuasan diri yang tidak terbatas, karena keinginan kita selalu bertambah ketika keinginan itu sendiri terpenuhi. Pada akhirnya kebutuhan dan keinginan akan bertemu di suatu titik yang menghubungkan antara kemauan dan kemampuan kita dalam memilih.

Tetapi ada hubungan timbal balik antara kemauan dan kemampuan dalam diri kita. Salah satu contoh nyata adalah keputusan konsumen yang dipengaruhi oleh diskon yang diberikan suatu toko pada barang-barang tertentu yang pada awalnya tidak ingin dikonsumsi oleh konsumen. Tetapi ketika konsumen melihat adanya diskon dan harga yang ditawarkan menarik, maka konsumen akan merubah preferensinya akibat dari tarik menarik antara harga dan daya belinya. Sehingga terciptalah keputusan untuk mengkonsumsi yang tidak direncanakan.

Salah satu contoh nyata lainnya adalah dalam sebuah kisah cinta seseorang pemuda. Suatu hari pemuda ini menyatakan cintanya pada seorang gadis yang begitu dicintainya. Si gadis ini sebenarnya tidak memiliki sedikit pun rasa cinta pada pemuda tersebut, tetapi ketika si pemuda menyatakan cintanya dan si gadis melihat adanya ketulusan dari sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh pemuda tadi, bukan tidak mungkin si gadis menerima cinta yang ditawarkan dengan pertimbangan tertentu. Salah satunya adalah “kenapa tidak aku coba saja menerima cinta si pemuda ini? Aku lihat ia telah menyerahkan segenap dirinya pada diriku untuk mencintaiku” (artinya pemuda rela melakukan apa saja demi diterimanya cinta pada sang gadis, walaupun itu harus menurunkan harga dirinya, diskon harga diri?). Si gadis mungkin akan berubah pikiran dan pada akhirnya menemukan kecocokan dalam waktu berjalan. Jadi, benarkah preferensi adalah segalanya?

2011/06/19

Diantara Sisa Waktu Pemerintahan SBY

Oleh: Sandy Juli Maulana
Setelah melalui dua kali periode pemerintahan yang dipimpin oleh SBY, telah banyak program pembangunan yang ditelurkan oleh dinasti “Indonesia Bersatu” baik episode satu dan dua. Diantara proyek tersebut adalah revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan (2005), program peningkatan iklim investasi (2006), program kawasan ekonomi khusus (2009), dan jelas yang paling hingar bingar adalah program koridor ekonomi pada 2011 (Kompas, 20 Juni 2011).
Namun, hasil dari program tersebut patut dipertanyakan. Apakah sebenarnya yang ingin dicapai oleh pemerintah? Apabila hal tersebut telah jelas dan tegas, selanjutnya adalah bagaimana mengeksekusi program tersebut di lapangan. Memang, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 diperkirakan dapat mencapai 6,4% (Detikfinance.com). Hal ini ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik dan membaiknya sisi eksternal. Kinerja ekspor juga masih cukup tinggi sejalan dengan pemulihan ekonomi global. Tetapi semua hal tersebut semestinya bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. SBY dalam suatu kesempatan juga telah mengatakan bahwa trickle effect down yang selama ini dipercaya ternyata tidak dapat mampu bekerja dengan baik. Mengapa?
Secara teori, peran pemerintah dalam menelurkan kebijakan ekonomi dibutuhkan sebagai rangsangan agar perekonomian mampu kembali bergejolak jika mengalami kelesuan. Namun, jika pemerintah terlalu banyak ikut campur tangan dalam perekonomian dikhawatirkan akan menimbulkan crowd-out. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh dua kebijakan besar, yaitu fiskal dan moneter. Menjadi dilematis ketika pemerintah sangat ingin memajukan perekonomian dalam jangka pendek dan panjang, namun tidak mempertimbangkan bagaimana mengikutsertakan seluruh elemen bangsa dalam pembangunan itu sendiri.
Semestinya secara makro, seluruh kebijakan pemerintah mampu diarahkan pada penciptaan iklim yang baik baik untuk berinvestasi dan produksi. Pemerintah harus mampu menekankan perannya dalam menjaga kondisi perekonomian agar pasar mampu bekerja secara efisien. Apabila pasar dapat berjalan secara efisien, maka peran pemerintah disini kembali menjadi sangat vital, terutama dalam hal regulasi. Contohnya, banyak aturan daerah yang semestinya mampu meningkatkan pembangunan di regional tersebut ternyata menjadi batu sandungan bagi investor. Menurut sebagian kalangan pemerintah daerah cenderung ingin meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa melihat pertimbangan jangka panjang dari kebijakan tersebut. Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan Kemendagri, terdapat 448 perda yang tidak bermasalah atau telah sesuai dan 152 perda bermasalah (Bataviase.co.id).
Dari sisa waktu yang hanya tinggal menunggu hitungan tahun ini, pemerintahan SBY-Boediono harus mampu membawa suatu terobosan pembangunan yang nantinya akan bisa diwariskan pada kabinet selanjutnya. Prioritas yang harus dilakukan adalah terkait dua hal. Pertama, masalah hukum dan politik yang harus kembali dipikirkan oleh pemerintah.
Kedua, masalah pembangunan dan ekonomi. Hal tersebut menjadi sangat kompleks dan terintegrasi satu dengan yang lainnya. Pada intinya adalah dalam jangka pendek meningkatkan pembangunan dan daya saing perekonomian agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam jangka panjang, pemerintah harus mampu membuat perekonomian mandiri dengan menciptakan kondisi perekonomian yang berlandaskan pada mekanisme pasar yang efisien. Karena dengan pasar yang bekerja secara efisien maka stabilitas kesejahteraan masyrakat akan bergerak sesuai dengan arah pembangunan tanpa ada timbulnya distorsi politik dalam pembangunan. Sehingga siapapun pemimpin atau kabinetnya maka masyarakat dan swasta telah mampu bekerja secara mandiri tanpa ada ketergantungan terhadap kinerja pemerintah.

2011/06/13

Pendidikan, SNMPTN, dan Pemerataan Pembangunan

Siapa pun setuju bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam proses pembangunan suatu bangsa Pendidikan menjadi salah satu titik tolak jika suatu negara ingin berhasil dalam proses pembangunannya. Pendidikan diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang merupakan salah satu pilar dalam transformasi  kemajuan sosial masyarakat.
John C. Bock menyebutkan dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992), bahwa peran pendidikan adalah sebagai : (a) ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa; (b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan pendorong perubahan sosial; dan (c) untuk meratakan kesepakatan dan pendapatan. Ketiga peran tersebut  jika diidentifikasi, maka akan mengerucut pada proses pembangunan yang berkarakter dan berkualitas.
Tidak dapat dipungkiri bahwa posisi strategis pendidikan ini membuat pemerintah selalu menaruh perhatian cukup besar pada proses pengembangan pendidikan. Salah satu bukti dari hal tersebut adalah anggaran yang disediakan dalam APBN untuk pendidikan mencapai 20%. Tidak heran kenapa pemerintah di berbagai negara mencoba berinvestasi di bidang pendidikan secara masif, karena ada anggapan bahwa investasi di bidang pendidikan akan memberikan multiplier effect yang lebih besar dari sekedar investasi di bidang sumber daya yang lain. Pertanyaannya adalah, apakah dengan bagian 20% dari APBN tersebut sudah mampu membuat pendidikan di Indonesia mampu menghasilkan SDM berkualitas untuk pembangunan?

2011/06/06

Monopoli Partai Politik

Oleh : Sandy Juli Maulana
Beberapa waktu yang lalu kita mendengar adanya gonjang-ganjing masalah penyederhanaan jumlah partai politik di Indonesia. Beberapa pihak menganggap jumlah partai politik di Indonesia terlalu banyak dan tidak ideal untuk diterapkan pada sistem presidensil. Mengapa wacana ini muncul? Salah satu alasannya adalah dengan jumlah yang sedemikian banyak tersebut roda pemerintahan tidak dapat berjalan dengan baik. Pertanyaannya adalah, benarkah mengurangi jumlah partai adalah satu-satunya cara agar pemerintahan berjalan efektif?

Seperti kita ketahui, Indonesia telah melaksanakan tiga kali pemilihan umum sejak reformasi. Pemilu 1999 diikuti 48 partai, Pemilu 2004 sebanyak 24 partai politik, dan Pemilu 2009 tercatat sebanyak 38 partai politik. Semakin banyak partai yang ikut tentunya menjadikan pasar politik menjadi semakin beragam baik dari sisi ideologi dan figur. Selain itu, masyarakat menjadi bingung dalam memilih partai tersebut. Sehingga muncul pertanyaan bahwa apakah dengan jumlah partai sebanyak itu mampu mewakili suara masyarakat yang hidup dalam keragaman masing-masing wilayah. Tentu saja kajian sosiologi-politik sangat tepat untuk menganalisis hal ini.

Terlepas dari sisi sosiologisnya, kita bisa sedikit menelaah apa yang terjadi dalam pasar politik kita. Apakah tidak ada kecurigaan ini merupakan sebuah strategi politik partai berkuasa untuk menghalangi pesaing-pesaing politiknya? Teori ekonomi memandang bahwa akan selalu ada kecenderungan memonopoli oleh salah satu supplier dengan cara salah satunya menghalangi pesaing yang berkeinginan untuk masuk ke pasar. Upaya untuk menghalangi tersebut dapat berupa secara artifisial, strategi, ataupun dibuat seolah-olah natural. Dalam perspektif public choice, partai politik dipandang sebagai pihak yang menawarkan kebijakan politik dan masyarakat sebagai demander dengan alat tukar berupa suara. Sehingga terjadilah proses interaksi antara partai politik dengan masyarakat sebagai pemilih. Apabila kecenderungannya adalah monopoli, maka masyarakat akan dibuat seolah-olah tidak memiliki alternatif lain. Dengan kata lain, tidak ada subtitusi untuk barang yang sejenis. Sehingga pihak yang memonopoli mempunyai kecenderungan untuk menjadi penentu harga, dan tidak ada tawar menawar dengan masyarakat.

Tentu saja hal ini jika dikaitkan dalam perspektif struktur pasar politik, maka akan cenderung berpotensi pada kekuasaan yang korup dan tidak demokratis. Salah satu penyebabnya adalah pihak berkuasa bebas menentukan berapa dan kebijakan apa saja yang mereka inginkan dan mampu menghalangi pihak lain untuk ikut berpartisipasi dalam percaturan politik. Dengan demikian boleh jadi kita mengatakan usaha untuk mengurangi jumlah partai politik adalah sama dengan menghidupkan kembali sistem otoriter yang kurang demokratis.

Apa yang harus dilakukan? Dengan sistem multipartai.  presidensil, dan struktur masyarakat majemuk di Indonesia, mengharuskan manajemen perpolitikan sebaiknya diatur secara arif namun tanpa menghilangkan esensi dari demokrasi itu sendiri. Are we on the right track? Yes. Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana perspektif Pancasila yang tertuang dalam sila keempat harus diimplementasikan, jika kita masih menghargai Pancasila.


Sandy Juli Maulana
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Aktif di LPM Edents