2011/05/24

Penanaman Modal Asing: MEA dan Harapan

Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 cukup mengkhawatirkan beberapa kalangan. MEA nantinya akan memuat empat pilar yang mencakup beberapa hal, salah satu yang dikhawatirkan adalah liberalisasi arus modal.

Adapun cetak biru aliran bebas modal mencakup dua hal pokok, pertama, memperkuat pengembangan dan integrasi pasar modal ASEAN. Hal ini salah satunya memuat harmonisasi berbagai standar di pasar modal ASEAN, Khususnya mengenai ketentuan penawaran umum (initial public offering) untuk obligasi, ketentuan disclosure, dan distribution rules. Kedua, liberalisasi arus modal. Hal ini terdiri dari dua ketentuan utama, yaitu mengurangi hambatan atas transaksi neraca berjalan dan mengurangi hambatan aliran modal serta melakukan berbagai inisiatif memajukan pengembangan pasar modal ASEAN (Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Bank Indonesia).



Teori ekonomi menyebutkan bahwa integrasi ekonomi menjanjikan peningkatan kesejahteraan bagi negara-negara di dalamnya, hal tersebut dicapai melalui pembukaan akses pasar lebih besar, dorongan mencapai efisiensi dan daya saing ekonomi lebih tinggi, serta peningkatan daya serap tenaga kerja yang lebih baik (Outlook Ekonomi Indonesia 2008-20125, Bank Indonesia). Selain itu, beberapa studi menunjukan bahwa adanya hubungan positif antara perjanjian regional dengan perkembangan ekonomi Negara tersebut. Namun tidak sedikit pihak yang meragukannya, sebab integrasi ekonomi pada akhirnya hanya akan dinikmati oleh sebagian kecil kalangan saja, sedangkan yang lainnya tetap melarat.
Integrasi ekonomi ASEAN pada akhirnya bertujuan untuk menjadikan ASEAN mampu mengambil peran dalam perekonomian global dan kesejahteraan bagi Negara-negara ASEAN. Integrasi tersebut mensyaratkan pemerataan pembangunan di seluruh kawasan ASEAN. pembangunan yang merata mutlak dibutuhkan agar kerja sama tersebut tidak hanya menguntungkan beberap pihak semata.
Begitu juga dengan aliran bebas modal di Indonesia, diharapkan bahwa aliran modal tersebut mampu menyentuh sektor riil agar modal tidak hanya berputar pada arus jangka pendek yang betujuan untuk mencari keuntungan semata oleh pemilik modal. Adalah tugas pemerintah untuk menata dan mengoptimalkan dana asing yang masuk agar mendatangkan manfaat. Adapun yang terjadi sekarang, dana asing yang masuk di Indonesia lebih dikarenakan asing menilai secara makro perekonomian Indonesia cenderung baik, tingginya suku bungan yang mengakibatkan dana bergerak di sektor finansial seperti Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan IPO. Selain itu asing juga menguasai beberapa sektor strategis dalam perekonomian.
Salah satu kekhawatiran yang telah disebutkan di awal tadi adalah dominasi asing di sektor ekonomi domestik dapat menyebabkan perekonomian tersandera dengan kepentingan pihak asing. Terutama pada hal-hal yang mencakup sektor strategis, seperti pangan, energi. Dan keuangan. Dalam hal pangan dan energi, hal ini sangat cocok dengan salah satu istilah yang sering kita temukan, “Control the oil, you control the nation. Control the food, you control the people”. Kata-kata ini yang mungkin dilupakan oleh sebagian besar orang, bahwa pangan dan energi adalah dua hal krusial yang mampu menggoncangkan suatu Negara dalam waktu yang tidak lama. Sedangkan untuk dominasi di sektor keuangan yang dikhawatirkan dan mulai menjamur adalah kepemilikan semu sektor keuangan oleh pihak asing. Sejak Maret 2011, 50,6 persen aset perbankan nasional dimiliki oleh pihak asing (Kompas, 23 Mei 2011).
Walau bagaimana pun, ASEAN pada akhirnya akan menjalankan komitmen yang telah disetujui dengan menindaklanjuti pilar pertama secara bertahap,  salah satunya liberalisasi arus modal dan termasuk ketiga sektor tersebut. Ketiga sektor ini sangat dikhawatirkan oleh sebagian kalangan sebab ini menyangkut kemandirian dan daya saing bangsa. Hal ini jelas sangat berkontradiksi dengan semangat ASEAN untuk meliberalisasi arus modal. Perlunya peninjauan ulang mengenai aturan investasi ketiga sektor tersebut, sebab secara historis, banyak peristiwa digoncangkan oleh kelabilan ketiga sektor tersebut ketiga ketergantungan terhadap asing tinggi.
Selain itu, terjadi kesenjangan yang begitu nyata dalam hal iklim bisnis di Negara-negara ASEAN. Singapura berada di peringkat pertama di dunia dalam hal kemudahan memulai usaha, sedangkan Negara lainnya seperti Indonesia, Kamboja, Filipina, dan Lao PDR berada di bawah peringkat 100 besar. Perbedaan yang mencolok dalam iklim investasi akan menyebabkan perputaran arus investasi hanya akan dinikmati oleh sebagian kecil Negara saja. Kesenjangan tersebut terjadi karena faktor-faktor utama seperti infrastruktur, kinerja birokrasi pemerintahan, akses finansial, dan instabilitas kebijakan serta beberapa masalah sosial lain seperti korupsi, tingkat pendidikan tenaga kerja, dan tingkat kriminal (World Economic Forum 2007 dalam Outlook Ekonomi Indonesia Biro Riset Bank Indonesia, 2008).
Perlunya penataan ulang dalam bidang regulasi adalah salah satu solusi. Tetapi di sisi lain, derasnya modal asing harus mampu dioptimalkan agar dapat membangun perekonomian Indonesia, karena modal mutlak dibutuhka ekonomi untuk bergerak, dan pada akhirnya tenaga kerja mampu terserap akibat roda perekonomian yang bergerak positif. Pada jangka panjang, hal ini sangat bagus untuk membangun perekonomian bangsa dan Negara. Selain itu, perlunya perbaikan iklim bisnis juga mesti secepatnya ditindaklanjuti. Beberapa diantaranya mempercepat pembangunan infrastruktur, memperbaiki kinerja birokrasi pemerintahan, pemberantasan korupsi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.

Sandy Juli Maulana
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Edents

Tidak ada komentar:

Posting Komentar