Pernahkah kita bertanya-tanya, mengapa pelayanan di berbagai sarana transportasi umum kelas ekonomi begitu mengenaskan? Ambil contoh di kereta api ekonomi. Beberapa kali penulis menjajal alat angkutan tersebut hampir bisa dipastikan ada saja penumpang yang tidak kebagian tempat duduk hingga tidur di lantai, berdiri atau bahkan duduk di toilet.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah memang sebegitu buruknya pelayanan transportasi di negeri kita? Tidak beda jauh dengan kereta api, kapal laut yang digunakan sebagai alat transportasi antar pulau juga mengalami nasib serupa. Dari kamar mandi yang secara subyektif bisa dikatakan tidak layak hingga menu makanan yang penulis anggap kurang enak.
Prinsip Harga
Analisis secara mikro dibutuhkan untuk melihat mengapa hal tersebut bisa terjadi. Salah satu teori yang mendekati adalah bagaimana produsen mendiskriminasikan kemampuan konsumen. Asumsi ini dekat dengan teori price discrimination dalam price theory. Produsen dalam hal ini adalah penyedia angkutan umum, secara sengaja dengan tidak baik konsumen dengan kesesuaian harga.
Dengan harga Rp 35.000 untuk kereta api kelas ekonomi, produsen secara sengaja memang menganggap bahwa sesuai dan pantas. Tujuannya adalah agar tidak menimbulkan arbitrase atau saling-silang pemenuhan kebutuhan konsumen antar kelas.
Lebih jauh, dalam pelayanan tersebut memang terjadi kelas sosial yang ditunjukan dengan harga yang mampu dan mau dibayar. Pelayanan yang dibuat buruk dan lumayan buruk menurut penulis memang dimaksudkan agar konsumen dengan kelas yang lebih tinggi tidak mau mengambil jatah produk jasa yang seharusnya dikonsumsi oleh konsumen kelas bawah, dalam hal ini masyarakat kecil. Logika secara sederhana, orang yang punya duit banyak mesti enggan membayar jasa yang lebih buruk, orang dengan duit pas-pasan tetap bisa mengkonsumsi dengan pelayanan seadanya.
Bisa dibayangkan bagaimana sesaknya jika pelayanan kereta api ekonomi dengan harga murah dan pelayanan layaknya pesawat terbang serta pramugari. Penumpang dengan kemampuan yang tinggi akan membeli tiket ekonomi padahal mereka semestinya mampu membeli tiket pesawat.
Prinsip diskriminasi harga dan pelayanan semestinya mampu diterapkan secara baik agar konsumen yang memiliki kemampuan tinggi tidak mengambil lahan mereka yang tidak memiliki kemampuan membeli yang lebih baik. Dalam roda transportasi, penulis berpendapat telah hampir berhasil diterapkan.
BBM Bersubsidi dan Alternatif Diskriminasi
Bagaimana dengan konsumsi BBM? Semestinya pemerintah bercermin dari prinsip harga dalam diskriminasi. Membatasi kuota, menaikan harga atau menghapus subsidi akibat pembengkakan anggaran subsidi membuat pusing para petinggi dan pemikir negeri ini. Mengapa pemerintah tidak menerapkan kebijakan diskriminasi layaknya di ranah transportasi daripada membuat spanduk berisikan tulisan “BBM bersubsidi hanya untuk orang yang tidak mampu!,” bergunakah? Mungkin.
Cara radikal adalah turunkan kualitas BBM bersubsidi, tetap memberi subsidi, dan biarkan pasar yang mengontrolnya. Konsumen rasional akan memilih mana yang baik untuk dirinya. Setidaknya ini hanya salah satu cara untuk melihat bagaimana pasar dapat bekerja secara efisien di suatu negara dengan disparitas kesejahteraan yang mencolok antar kelas.
wes...wes..nampaknya semakin aktif kamu..huuhuhuu...Good Job
BalasHapusmenurutku untuk hal diskriminasi itu merupakan akibat dari struktur pasar yang oligopoli bahkan monopoli. Dalam hal ini Produsen memiliki bergaining position yang sangat tinggi dan konsumen sebaliknya. struktu pasar yang semakin jauh dengan struktur persaingan sempurna akan semakin mengurangi kesejahteraan konsumennya. Hal ini terjadi karena prinsip perusahaan atau pembisnis adalah profit oriented bukanlah sebagai pelayan publik. Mungkin salah stu solusi yang mungkin dapat dilakukan adalah UU perlindungan konsumen yang seharusnya semakin diperhatikan dan benar-benar melindungi. Namun tampaknya masih sangat sulit untuk keadaan negri kita saat ini.
eemm... masalah BBM yang didiskriminasi maksudnya gimana ya? Ada yang berpendapat bahwa pemberian BBM ersubsidi merupakan salah satu bentuk diskriminasi harga. Kebijakan mengenai BBM ini memang sangat riskan. karena setiap kebijakan yang diambil memiliki dampak yang sangat besar. Tindakan berdiam diri ketika harga minyak dunia melambung berakibat pada pemborosan APBN untuk alokasi ke sektor lain yang lebih produkktif. Tindakan menaikan harga akan memicu inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat. terutama rakyat kecil menengah. Pembatasan subsidi memunculkan spekulan. Dan dampak lainnya. Oleh karena itu harus benar2 memperhitungkan Benefit dan cost terendah dalam setiap kebijakan yang diambil..