Oleh: Sandy Juli Maulana
Dalam teori ekonomi dibahas bahwa secara umum permintaan setidaknya ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu: (1) harga barang tersebut; (2) harga barang lain (baik subtitusi atau komplementer); (3) pendapatan; dan (4) preferensi. Tiga faktor yang disebutkan di awal adalah faktor yang bersifat kuantitatif karena bisa dihitung atau dibandingkan, namun faktor terakhir adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi masing-masing individu yang sangat subyektif. Preferensi juga dipengaruhi oleh banyak sekali hal lain, seperti landasan filosofis, politik, sosial, masyarakat, kultur, karakter, dan banyak hal lainya. Satu hal yang pasti bahwa ini merupakan faktor kunci dari suatu permintaan.
Mengapa preferensi adalah kunci dari permintaan? Bukankah permintaan itu berhubungan antara kuantitas dengan harga? Dimana sintesisnya? Salah satu cara menganalisis preferensi adalah dengan melihat kondisi nyata di sekitar kita. Misalnya ketika seorang direktur bank memiliki gaji sebanyak Rp 30 juta per bulan, apakah bisa dipastikan ia akan membeli sebuah sepeda motor dengan harga Rp 10 juta yang nota –bene dibawah daya belinya? Tanpa melihat preferensi tentu saja kita bisa mengasumsikan bahwa motor tadi merupakan permintaan dari si direktur, tetapi benarkah hanya harga dan pendapatan yang menentukan pilihannya?
Kata kuncinya adalah pilihan. Tentu si direktur akan memilih alat transportasi yang menjadi selera dari dirinya, dan tentu saja sesuai dengan kebutuhannya. Disini akan terjadi titik temu antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan mensyaratkan kita untuk memilih apa saja yang dibutuhkan dan seadanya sehingga terpenuhilah apa yang kita butuhkan. Sedangkan keinginan berkaitan dengan kepuasan diri yang tidak terbatas, karena keinginan kita selalu bertambah ketika keinginan itu sendiri terpenuhi. Pada akhirnya kebutuhan dan keinginan akan bertemu di suatu titik yang menghubungkan antara kemauan dan kemampuan kita dalam memilih.
Tetapi ada hubungan timbal balik antara kemauan dan kemampuan dalam diri kita. Salah satu contoh nyata adalah keputusan konsumen yang dipengaruhi oleh diskon yang diberikan suatu toko pada barang-barang tertentu yang pada awalnya tidak ingin dikonsumsi oleh konsumen. Tetapi ketika konsumen melihat adanya diskon dan harga yang ditawarkan menarik, maka konsumen akan merubah preferensinya akibat dari tarik menarik antara harga dan daya belinya. Sehingga terciptalah keputusan untuk mengkonsumsi yang tidak direncanakan.
Salah satu contoh nyata lainnya adalah dalam sebuah kisah cinta seseorang pemuda. Suatu hari pemuda ini menyatakan cintanya pada seorang gadis yang begitu dicintainya. Si gadis ini sebenarnya tidak memiliki sedikit pun rasa cinta pada pemuda tersebut, tetapi ketika si pemuda menyatakan cintanya dan si gadis melihat adanya ketulusan dari sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh pemuda tadi, bukan tidak mungkin si gadis menerima cinta yang ditawarkan dengan pertimbangan tertentu. Salah satunya adalah “kenapa tidak aku coba saja menerima cinta si pemuda ini? Aku lihat ia telah menyerahkan segenap dirinya pada diriku untuk mencintaiku” (artinya pemuda rela melakukan apa saja demi diterimanya cinta pada sang gadis, walaupun itu harus menurunkan harga dirinya, diskon harga diri?). Si gadis mungkin akan berubah pikiran dan pada akhirnya menemukan kecocokan dalam waktu berjalan. Jadi, benarkah preferensi adalah segalanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar